Jumat, 29 Oktober 2010

SRI KBO IWA VERSI JAWA

D. Ki Kebo Iwa versi Jawa, disusun oleh Sukarto K. Atmojo, cerita Kebo Iwo sebetulnya juga dikenal di Jawa-Timur. Didalam buku karangan R.J.L.Russendrager yang berjudul “Residentie Passaroeang” (maksudnya Pasuruan) dan dicetak dalam tahun 1840 M, diceriterakan mengenai seorang putri Majapahit yang cantik bernama Putri Jajawi, dinamakan demikian karena ia bukannya minum susu ibunya, melainkan susu kerbau, domba, dan sapi. Ketika ia berumur 15 tahun secara diam-diam meninggalkan istana dan bertempat tinggal didekat Pandakan (Jawa Timur) serta membuat rumah didesa Jejawi. Tempat itulah sekarang terkenal dengan candinya bernama Candi Jawi. Kecantikannya terkenal dimana-mana, bahkan sampai juga terdengar di Bali. Seorang perajurit yang sangat sakti, Kebo Suwo Yuwo, datang ke Jawa melamarnya. Didekat Jejawi mendirikan sebuah desa bernama Suwo Yuwo. Karena putri Jejawi takut menolak lamarannya, maka ia mencari akal dan minta kepada Kebo Suwo Yuwo supaya dibuatkan sebuah sumur yang dalam. Mulailah Kebo Suwo Yuwo menggali sumur yang dalam memenuhi permintaan putri tersebut. Dan karena dalamnya maka suara ayam berkokok diluarpun tidak lagi terdengar. Setelah itu Putri Jejawi memanggil anak buahnya supaya menimbuni sumur tersebut dengan batu-batu besar. Tapi dari dalam sumur Kebo Suwo Yuwo mengatakan bahwa tidak akan mati kalau hanya ditimbun dengan batu, melainkan segera akan binasa apabila ditutup dengan ranting kayu-kayuan dan garam. Demikianlah, setelah sumur ditimbun dengan ranting dan garam matilah Kebo Suwo Yuwo didalamnya. Akhir ceritera mengatakan bahwa itulah sebabnya di Candi Jawi terdapat 3 buah arca wanita yang menggambarkan Putri Jejawi dan didesa Suwo-Yuwo terdapat terdapat sebuah sumur kuno yang masih berair (th. 1840 M). Dapat ditambahkan menurut peta purbakala, desa Suwo-Yuwo terletak diantara desa Purwosari-Pandakan. 
Photo Th. 1990 Bersama Guru Oka, di Depan Sumur Upas,
Sumur Diperkirakan Digali Oleh Sri Kbo Iwa, di Jawa.


E. Lokasi Kuburan Kebo Iwa Diburu Hingga ke Gunung Wilis. (Nusa Bali, sabtu, 26 Februari 2005). Peninggalan benda-benda purbakala, legenda, dan mitos tentang Kebo Iwa telah membuat penasaran banyak orang. Mereka bahkan memburu “jejak” kemungkinan keberadaan kubur Kebo Iwa hingga ke Gunung Wilis, Kediri, Jawa Timur. Banyak orang yang penasaran, karena Kebo Iwa adalah tokoh besar di masa silam, Kebo Iwa adalah Patih dari kerajaan Bali pada masa pemerintahan Raja Sri Asta Sura Ratna Bumi Banten, sebelum ditaklukkan Majapahit pada tahun 1343 Masehi. Kebo Iwa adalah seorang patih yang sakti mandraguna dan selama hajatnya membujang, sehingga disebut juga Kebo Taruna. “ Hal itu (mencari jejak kubur Kebo Iwa hingga ke Gunung Wilis, red) berdasarkan petunjuk niskala”, I Wayan Gede Oka, salah seorang tokoh masyarakat Blahbatuh, Gianyar – yang menurut cerita merupakan tempat kelahiran Kebo Iwa. Wayan Gede Oka tidak ingat persis kapan petunjuk niskala lewat balian (paranormal) itu diterima, tapi dari ingatannya, sekitar 11 hari setelah digelarnya karya di Pura Karang Buncing – pura yang berkaitan dengan riwayat Kebo Iwa. Hal itu memang berkaitan dengan tradisi dan keyakinan untuk menanyakan secara niskala soal pelaksanaan yadnya yang telah digelar. Pada saat nunas bawos (minta petunjuk niskala) itulah, menurut Oka, terungkap kalau Gunung Wilis di Jawa Timur berkaitan dengan riwayat Kebo Iwa. “Mungkin tak masuk akal, namun nyata ada fakta“, terang Oka. Ditambahkan oka, saat nunas bawos tersebut, terjadi peristiwa dimana balian kerawuhan seraya menyatakan di sekitar kaki Gunung Wilis, ada tanda-tanda seperti meja dan kursi dari batu. Di lokasi itulah Kebo Iwa kembali ke alam sunya. Disamping itu, ada pula petunjuk lain, bahwa jika menginginkan lokasi berpulangnya Kebo Iwa, diminta mencari petunjuk pada seorang yang bernama Pangot, yang tinggal di lereng Gunung Wilis. Petunjuk niskala itu kemudiaan oleh Oka dan rombongan lain yang punya tujuan sama, dengan napak tilas ke Gunung Wilis beberapa waktu lalu. Napak tilas jejak Kebo Iwa itu setelah ada kejadian aneh, yakni Sunarya, seorang karyawan hotel di kawasan Sanur, didatangi seseorang yang tak dikenal memakai jeans dan berkaca mata. Kepada Sunarya, orang yang tak dikenal tersebut menanyakan apa jadi ke Gunung Wilis? Kemudian orang itu membuat sketsa denah perjalanan. “Hanya itu kemudian menghilang, Sunarya merasa ganjil dan menyampaikan hal ini,” kilah Oka. Fakta menunjukkan, di lereng Gunung Wilis memang ada benda-benda seperti kursi batu dan meja besar. Meja batu besar itu berukuran 8 meter x 0,8 meter plus penutup yang juga sama panjangnya dan lebarnya. Sementara salah satu sandaran kursi batu yang ada, tingginya sekitar 3,5 meter. Di belakang kursi tersebut, agak basah. Fakta di lereng Gunung Wilis itu relatif sama dengan ‘petunuk niskala’ yang diterima sebelumnya. “Sepertinya tak mungkin, namun buktinya memang ada,” kenang Oka. Demikian juga kisah adanya seseorang bernama Pangot dalam petunjuk niskala. Rombongan napak tilas akhir riwayat Kebo Iwa dari Blahbatuh menemukan seseorang dengan ciri serupa. Walau tak ketemu orangnya, namun warga sekitar menyebutkan memang ada orang bernama Pangot hanya saja vokalnya beda. “Mereka menyebutkan sudah berubah nama menjadi Pengot,” ungkap Oka. Yang ditemui di Gunung Wilis, kata Oka, adalah orang tua Pangot atau Pengot – karena Pengot sudah transmigrasi ke Sumatera. Lantaran ada petunjuk-petunjuk dan fakta-fakta itulah diyakini Gunung Wilis berkaitan dengan riwayat akhir Kebo Iwa di Tanah Jawa. Ada petunjuk sepertinya tidak nalar, tapi ada fakta yang ditemukan kemudian. Diantaranya ada rombongan dari Blahbatuh itu yang kerawuhan dan tanpa sadar menceritakan bagaimana Kebo Iwa mengakhiri hidupnya di Gunung Wilis. Yang aneh, pada saat kerauhan itu, dia menunjuk Kepala RT dari kampung itu. Disebutkan, bahwa ayah dari Ketua RT tersebut bernama Sumardi. Kepala RT itupun heran, karena memang benar almarhum ayahnya bernama Sumardi (nata).
Sesuai Petunjuk ‘Niskala’ Batu Tempat Moksah Sri Kbo Iwa,
Terletak di Desa Besukih, Kediri, Jawa Timur

F. Pura Kuru Baya, Tempat Kebo Iwa Mendapat Wangsit Bahaya. Sebelum berangkat ke Majapahit, patih Kebo Iwa diyakini mendapat sipta atau pirasat buruk tentang kemungkinan bahaya di balik kepergiannya ke Jawa. Tempat wangsit itu kemudian diabadikan menjadi Pura Kuru Baya. Kuru Baya bermakna peringatan akan adanya bahaya atau isyarat bahaya. Lokasi Pura Kuru Baya ini sedikit tersembunyi, karena terletak disisi barat Pura Gaduh. Dari luar tidak tampak karena dikelilingi tembok yang tingginya sekitar 1,70 meter. Posisi pura menghadap kearah barat, dengan pintu masuk seukuran orang berkacak pinggang pada kedua tangannya. “Inilah palinggih yang diyakini sebagai lokasi Kebo Iwa mendapat wangsit negatif prihal undangan Gajah Mada ke Majapahit untuk dinikahkan dengan seorang gadis cantik dari Lemah Tulis,” ungkap Jro Wayan Gede Oka, panglingsir warga Sri Karang Buncing. Namun karena terikat perintah Raja, meski mendapat wangsit dan firasat buruk, Kebo Iwa berangkat juga ke Majapahit. Hal ini juga sebagai wujud dan loyalitas Patih Kebo Iwa kepada Raja Sri Astasura Ratna Bumi Banten, penguasa Bali saat itu. Ternyata benar Kebo Iwa terbunuh karena siasat dari Gajah Mada. Jero Wayan Gede Oka tidak bercerita bagaimana riwayat dibangunnya Pura Kuru Baya tersebut. Namun demikian dari cerita leluhur dan panglingsir dan cerita rakyat sekitarnya Pura Kuru Baya merupakan lokasi dimana patih Kebo Taruna mendapatkan wangsit akan bahaya perihal undangan Gajah Mada ke Majapahit.
Pura Kuru Baya Tempat Kebo Iwa Mendapat Wangsit Bahaya

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More